oleh:
Bayujati Prakoso
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bila kita melihat ini adalah sebuah keadaan yang sangat bahaya bagi generasi muda yang kelak akan meneruskan perjuangan dan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Kekerasan dan pornografi telah menjadi ancaman nyata bagi tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa kondisi ini juga tidak lepas dari peran media termasuk media penyiaran di dalamnnya. Media penyiaran dianggap ikut berperan dalam meningkatnya angka kekerasan pada anak. Hal ini bukan tanpa alasan karena tayangan televisi yang ditonton masyarakat memiliki sejumlah efek. Dalam teori media dan masyarakat massa sebagai salah satu bagian dalam komunikasi massa, media penyiaran memiliki sejumlah asumsi untuk dapat membentuk masyarakat yaitu (1) bahwa media penyiaran memiliki efek yang berbahaya sekaligus menular bagi masyarakat sehingga perlu diawasi dengan sejumlah peraturan yang ketat, (2) media penyiaran memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pola pikir rata- rata audiennya (3) rata- rata orang yang terpengaruh media dikarenakan mengalami keterputusan dengan institusi sosial yang sebelumnya justru melindungi dari efek negarif media. Salah satu yang paling efektif dalam menyaring efek negatif adalah melalui pendidikan. (Mufid, 2005)
Sejumlah tayangan televisi yang hadir hari-hari ini adalah adegan kekerasan yang terdapat dalam hampir di berbagai tayangan televisi, baik sinetron, talkshow, acara komedi, atau bahkan film kartun yang memang ditujukan bagi anak. Kekerasan adalah perlakuan fisik secara kejam atau bengis dalam mencapai tujuan dan merupakan salah satu formula dalam dunia tontonan . Seringkali kekerasan itu muncul dalam sebuah sinetron yang tayang pada jam anak dalam bentuk pergaulan anak-anak dalam sebuah sekolah, lengkap dengan atribusi pendidikan namun sama sekali tidak menunjukkan nilai- nilai mendidik. Ada cerita bullying yang dilakukan seorang pelajar pada temannya, dan sebagainya. Tayangan itu tampil hampir setiap hari dan seolah masyarakat menjadi terbiasa dengan hal tersebut dan menganggap hal- hal tersebut bukanlah sesuatu yang bermasalah.
Tayangan televisi saat ini seakan menjadi agen sosialisasi yang utama dalam sebuah keluarga menggantikan peran orang tua seringkali harus meninggalkan anak mereka akibat kesibukkannya mencari nafkah. Keadaan lingkungan masyarakat yang tidak ramah anak juga mendorong orang tua untuk tidak memperbolehkan anak mereka untuk beraktivitas bermain di luar bersama dengan teman sebayanya, dan lebih memilih membiarkan anak untuk di rumah dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Padahal tayangan televisi tidak kalah bahaya bagi pertumbuhan anak-anak akibat suguhan kekerasan yang ditampilkan berulang dalam tayangan televisi.
Anak-anak adalah kelompok yang paling cepat terkena dampak dalam media karena sesuatu yang ditampilan berulang-ulang bisa dianggap sebagai suatu kebenaran. Apalagi dalam suatu tahap masa perkembangan anak ada masa imitasi ataupun meniru apa yang dilihatnya. Ini adalah kemampuan kognitif anak dalam masa pertumbuhan yang diakibatkan sebuah rangsangan. Rangsangan ini dapat diterima melalui indera yang dimiliki manusia. Untuk itu perlu dilakukan pendampingan terhadap anak- anak saat menonton televisi untuk itu perlu dilakukan klasifikasi program sesuai dengan usia yang sesuai dengan peruntukkannya. Namun saat ini sering kali stasiun televisi tidak melakukan klasifikasi program dengan jelas dan menyiarkannya dalam jam siaran yang tepat bagi anak- anak. Ataupun terkadang dalam pelaksanaannya banyak program TV yang tidak layak untuk anak- anak disaksikan oleh mereka, untuk itu orang tua tetap perlu melakukan pendampingan bagi anak- anak agar terhindar dari dampak negatif menonton televisi.
Salah satu tayangan televisi yang paling banyak ditonton adalah Pesbukers sebuah acara hiburan komedi yang disiarkan oleh stasiun televisi ANTV. Program ini tayang pada pukul 17.00 setiap harinya. Acara ini merupakan acara komedi yang menampilkan sejumlah artis terkenal seperti Olga Syahputra, Raffi Ahmad, Jessica Iskandar, Tarra Budiman, Chand Kelvin, dan Sapri. Tidak jelas sebenarnya apa yang ingin diceritakan program ini tiap harinya. Dalam setiap episode yang ada hanya adu gombal antar pemain, saling menyebar gossip, saling mencela, dan dorong-dorongan ataupun pukul- pukulan antar pemain yang dianggap sebagai bentuk komedi. Acara ini biasanya mengunda sekolah- sekolah dari daerah untuk menjadi penonton di studio.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun pertanyaan dasar yang merupakan perumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimuat dalam program siaran televisi Pesbukers ?
2. Bagaimana peran media dalam menanggapi terpaan program siaran televisi Pesbukers ?
1.3. Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui isi atau pesan dalam program Pesbukers
2. Mengetahui sebab akibat serta tinjauan teoritisnya dan etika komunikasi yang relevan dalam program Pesbukers
3. Untuk melihat apakah televisi di Indonesia sudah melaksanakan sejumlah regulasi perihal perlindungan anak dalam menjalankan aktivitas penyiaran.
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat dari laporan makalah ini yaitu:
Penyusunan makalah ini dapat di gunakan sebagai kajian awal untuk melakukan penilaian dan analisis selanjutnya sekaligus sebagai pembelajaran dalam Filsafat Komunikasi tentang “Analisis Kekerasan Dalam Media Televisi (Studi Kasus Siaran Pesbukers ANTV)”. Diharapkan memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai isi atau pesan program siaran ini dan memperoleh penilaian ini dalam berbagai perspektif (media, teoritis, dampak serta etika komunikasi) nya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teoritis
A. Teori Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) merupakan pengembangan dari teori perilaku yang tradisional. Teori Pembelajaran Sosial menyatakan bahwa faktor- faktor kognitif, sosial, dan tingkah laku, mempunyai peranan penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif akan mempengaruhi wawasan peserta didik tentang pemahaman dan pola pikir akan segala fenomena yang ada di alam semesta, sementara faktor sosial termasuk perhatian dan kepedulian peserta didik terhadap tingkah laku orang tua, keluarga, serta lingkungannnya akan mempengaruhi tindakan dan tingkah laku peserta didik tersebut.
Teori Bandura menjelaskan perilaku individu dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh dalam teori perkembangan belajar ini. Contohnya, seorang peserta didik yang hidupnya di lingkungan keras yang masyarakatnya cenderung tidak taat pada agama dan selalu meminum minuman keras, maka dia cenderung juga akan bertingkah laku yang sama, yakni tidak taat pada agama dan meminum minuman keras. Namun tak menutup kemungkinan bila seorang peserta didik tersebut akan menganggap bahwa tidak taat pada agama dan meminum minuman keras itu tidak baik.
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan yang sebenarnya. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku (B=Behavior), lingkungan (E=Environment), dan kejadian-kejadian internal pada peserta didik yang mempengaruhi presepsi dan aksi (P=Perception) merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). Menurut Albert Bandura, tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan- kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi dari individu.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan (modelling), bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut observational learning atau pembelajarn melalui pengamatan. Bandura juga megemukakan bahwa Teori Pembelajaran Sosial membahas tentang bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity. Teori Pembelajaran Sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati dengan cara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan. Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain:
a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model yang diamati dengan cermat.
b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati, maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya, maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
d. Motivasional, pada tahapan ini seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
Teori Pembelajaran Sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada individu tidak terjadi secara kebetulan. Lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Albert Bandura, bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari Teori Pembelajaran Sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning), yaitu:
1. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondidsi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Misalnya seorang siswa melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama yaitu ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement.
2. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian dan penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus visualisasi tiruan sebagai model.
Prosedur-prosedur Pembelajaran Sosial:
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan hadiah (reward) dan hukuman (punishment). Dasar pemikirannya yaitu sekali seseorang mempelajari perbedaan antara perilaku- perilaku yang menghasilkan hadiah dengan perilaku- perilaku yang mengakibatkan hukuman, sehingga dia bisa memutuskan sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat.
Dalam hal ini, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model. Berkaitan dengan pengajaran di kelas, guru hendaknya menempatkan dirinya sebagai tokoh perilaku bagi peserta didik. Proses kognitif peserta didik hendaknya mendapat perhatian dan dukungan dari guru maupun lingkungan sekitarnya. Perhatian yang dimaksud adalah perhatian terhadap perbedaan individual, kesediaan, motivasi, dan proses kognitif masing- masing peserta didik. Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan ialah kecakapan peserta didik untuk belajar, termasuk dalam penyelesaian masalah dalam pembelajaran. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai hadiah dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik tentang “siapa” yang menjadi model. Maksudnya, semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam Teori Pembelajaran Sosial, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak tersebut.
Unsur- unsur Teori Pembalajaran Sosial :
Proses pembelajaran sosial menurut teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen, yaitu:
Individu melakukan pelajaran dengan proses mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Perilaku model adalah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, cita-cita, tujuan dan sebagainya), maka perilaku itu akan ditiru.
2. Pengaruh Perilaku Model
Untuk memahami pengaruh perilaku model, maka perlu diketahui fungsi model itu sendiri, yaitu:
- Untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu.
- Memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada.
- Memindahkan pola-pola perilaku yang baru.
3. Proses Internal Pelajar
Model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan rangsangan kepada individu yang membuat individu memberikan tindak balas apabila terjadi hubung kait antara rangsangan dengan dirinya. Macam-macam model boleh berasal dari ibu, bapak, orang tua, orang dewasa, guru, pemimpin, teman sebaya, anggota keluarga, anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berprestis seperti penyanyi, pahlawan, bintang film, dan sebagainya. Dalam kaitan dengan pembelajaran, ada tiga macam model, yaitu:
- Live Model: model yang berasal dari kehidupan nyata, misalnya perilaku orang tua di rumah, perilaku guru, teman sebaya, atau perilaku yang dilihat sehari-hari di lingkungan.
- Simbolic Model: model yang berasal dari suatu perumpamaan, misalnya dari cerita buku, radio, TV, film atau dari berbagai peristiwa lainnya.
- Verbal Description Model: model yang dinyatakan dalam suatu uraian verbal, misalnya petunjuk atau arahan untuk melakukan sesuatu seperti resep yang memberikan arahan bagaimana membuat suatu masakan
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Program Pesbukers
Pesbukers adalah sebuah program komedi yang disiarkan ANTV setiap hari pada pukul 17.00. Dengan konsep sketsa yang dipandu oleh Olga Syahputra, Rafii Ahmad, Jessica Iskandar, Tarra Budiman, Chand Kelvin, dan Sapri. Penjelasan yang dikutip dari laman online ANTV menjelaskan bahwa Pesbukers adalah program yang menghadirkan guyonan segar, dan unik seperti pantun jenaka dan rayuan gombal. Program Pesbukers menggunakan konsep Sketsa Reality dimana memasukkan unsur gosip yang sedang hot ke dalam bentuk sketsa, seperti kisah percintaan Olga dan Jessica yang sangat ditunggu para fansnya, serta kisah cinta Raffi Ahmad dan gosip sejumlah bintang tamu yang berganti tiap episodenya.
Acara ini pertama kali bersiaran pada tanggal 25 Juli 2011 dan menjadi salah satu acara andalan ANTV dalam masa Ramadhan kala itu untuk menunggu waktu berbuka. Namun karena kesuksesannya acara ini dapat berjalan hingga sekarang. Acara ini menjadi acara dengan angka rating dan share paling tinggi yang dimiliki ANTV. Dalam perjalanannya sejumlah kritik menghiasi perjalan program ini karena dinilai penuh dengan kekerasan dan tidak mendidik. Salah satu kejadian yang sempat membuat acara ini berhenti bersiaran adalah kasus pelecehan agama. Acara Pesbukers dianggap melakukan pencemaran agama pada siaran langsungnya di ANTV pada episode 19 Juni 2012 silam. Saat itu ada pemirsa yang menelepon ke studio dan diterima Julia Perez, salah satu bintang tamu di acara itu, yang mengucapkan salam, ”Assalamualaikum”. Perkataan itu langsung disambut Olga dengan mengatakan "Lu assalamualaikum terus, ah, kayak pengemis." Sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam bereaksi dan menganggap apa yang disiarkan adalah bentuk pelecehan terhadap simbol agama Islam. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai badan yang mengawasi siaran mendapatkan sejumlah pengaduan dari masyarakat dan pada tanggal 4 Juli 2012. Mohamad Riyanto ketua KPI pada saat itu mengatakan bahwa acara Pesbukers telah terbukti melanggar Pasal 36 ayat 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam pasal itu ditegaskan bahwa isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. Dalam aturan itu disebutkan sanksi penghentiannya antara lima sampai tujuh hari.
3.2. Analisis Program
Pada tanggal 21 Oktiober 2013, KPI kembali mengeluarkan peringatakan kepada Pesbukers akibat sejumlah adegan kekerasan yang dipertontonkan yaitu aksi lempar tepung yang kerap dilakukan pada Sapri seorang pengisi acara yang selalu menjadi objek cela- celaan.
Sejumlah pelanggaran diatas semakin menunjukkan bahwa acara ini sendiri tidak mengerti bagaimana cara menyajikan sebuah tayangan yang menghibur dan juga mendidik. Satu hal lagi yang selalu terjadi dalam tayangan Pesbukers adalah tindakan kekerasan yang sering dilakukan pengisi acara pada Sapri, salah satu pengisi acara yang sengaja diposisikan sebagai objek celaan dan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan Sapri tidak selalu dalam bentuk fisik seperti mendorong, memukul kepala, ataupun menghantam dengan perlengkapan yang walaupun terbuat dari styrofoam namun hal ini dikhawatirkan akan dititu oleh penonton di rumah. Kekerasan verbal juga selalu terjadi dengan sejumlah pelecehan yang ditujukan bagi Sapri berkaitan dengan kepalanya yang plontos. Dan yang lebih tidak jelas lagi biasanya segala celaan kemudian akan diakhiri dengan lembaran bedak ataupun foam di kepala Sapri.
Seperti yang terjadi pada Pesbukers ditahun 2015 saat itu bertema sketsa sedang bercerita tentang sebuah sekolah di dunia hantu. Diawali dengana adegan antara Jessica Iskandar dan Raffi Ahmad dengan bintang tamu Bedu dan Okky Lukman, setelah mereka berbincang tidak lama kemudian masuklah Sapri dalam sketsa. Sesaat baru masuk Raffi langsung memukul kepala Sapri tanpa alasan dan dilakukan dengan wajah tanpa penyesalan, tidak lama kemudian Sapri didorong secara kasar ke arah penonton, kemudian penonton pun menghindar, melihat reaksi penonton Raffi Ahmad kemudian mengeluarkan candaan “Biasanya artis kalau dilempar ke penonton biasanya dikerebutin, ini malah pada jijik”. Kemudian Sapri kembali didorong ke arah penonton. Tidak lama setelah itu adegan berlanjut dengan membacakan pantun dan Sapri disemprot dengan foam di kepalanya. Semua adegan itu ditertawai dan mendapatkan riuh tepuk tangan oleh semua penonton yang hadir di studio pada saat itu. Dan yang lebih menyedihkan penonton pada saat itu banyak anak SMP atau SD, mereka datang dengan ditemani oleh guru mereka. Padahal sebagai tenaga pendidik, guru juga harus peka terhadap hal yang dapat memberikan efek negatif kepada para muridnya. Adegan kekerasan ini hampir setiap episode terjadi. Terkadang kekerasan juga menimpa beberapa pengisi acara, namun Sapri yang paling sering menjadi objek kekerasan dan celaan.
Apa yang dipertontonkan oleh Pesbukers dalam setiap episodenya sangat berbahaya karena sesuai dengan Teori Pembelajaran Sosial bahwa saat tindakan kekerasan dilakukan, tidak terlihat adanya konsekuensi negatif atas tindakan kekerasan tersebut. Maka dengan tidak adanya hukuman dalam perbuatan tersebut namun yang tampil malah konsekuensi positif, seperti tepuk tangan dari orang yang menonton maka akan dapat membuat anak-anak yang juga menyaksikan program ini menganggap bahwa tindakan memukul dan mendorong orang adalah suatu hal yang biasa dan tidak salah. Adegan yang ditampilkan Raffi Ahmad sebagai model simbolis karena disaksikan melalui televisi serta reputasi Raffi Ahmad sebagai artis yang digemari banyak anak-anak dapat menjadi contoh pembelajaran melalui pengamatan. Tepuk tangan dan riuh penonton di studio pun dapat menjadi penguatan terhadap perbuatan tersebut.
Penggambaran kekerasan yang masif dalam berbagai jenis media dapat menyebabkan anak menjadi cepat dewasa sebelum waktunya. Kekerasan yang digambarkan dalam media seringkali tidak ada beda yang nyata antara yang baik dan yang buruk, dan biasanya kekerasan dilakukan oleh tokoh yang diidolakan. Dan menurut berdasarkan studinya, NTVS menyimpulkan bahwa kekerasan di TV ditampilkan dalam tiga ciri/bentuk (Bushman & Huesmann dalam Singer & Singer, 2001, hal. 228).
1. Violence is glamorized, atau ditampilkan dalam cara positif (dilakukan oleh karakter baik, atraktif, banyak kekerasan tidak diikuti dengan hukuman)
2. Violence is sanitized, disajikan dengan konsekuensi negatif minimal
3. Violence is trivialized, banyak disajikan dengan humor.
Karena sejumlah efek yang begitu besar oleh media penyiaran, maka sudah ada sejumlah aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia yaitu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), salah satu tujuannya juga untuk memberikan perlindungan pada anak. Agar tumbuh kembang anak tidak dipengaruhi oleh tindakan kekerasan. Dalam hal ini ANTV telah melanggar sejumlah regulasi yaitu :
a. Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 14
(1) Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran.
(2) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja.
b. P3 pasal 17
Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan.
c. Standar Program Siaran (SPS) pasal 15
(1) Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja
d. SPS pasal 24
(1) Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan.
(2) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
e. SPS pasal 25
Promo program siaran yang mengandung muatan adegan kekerasan dibatasi hanya boleh disiarkan pada klasifikasi D, pukul 22.00-03.00 waktu setempat.
f. SPS pasal 36 dan 37 tentang Program Siaran Klasifikasi A (Anak) dan R (Remaja), yang wajib memperhatikan kepentingan anak dan/atau remaja, termasuk dalam larangan menampilkan adegan kekerasan dan/atau perilaku yang tak pantas.
Acara ini memang sudah seringkali mendapatkan teguran dari KPI namun karena kewenangan KPI yang dibatasi hanya pada memberikan teguran dan penghentian sementara sering kali membuat KPI seperti tidak bisa secara tegas menghentikan acara ini dan acara- acara yang sarat dengan kekerasan ini masih dengan mudah dijumpai dalam televisi kita. Para stasiun televisi pun menjadi sembarangan dalam membuat program televisi dan tidak melakukan secara bijaksana mengingat sejumlah efek yang akan terjadi dalam sebuah program televisi.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penyusunan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa :
Sejumlah teori dan studi yang ada telah membuktikkan bahwa tayangan kekerasan yang ditampilkan dalam televisi akan sangat berdampak bagi pertumbuhan anak-anak. Oleh karena itu apapun bentuknya setiap adegan kekerasan harus dibatasi dalam tayangan televisi. Oleh karena itu seharusnya stasiun televisi taat pada aturan penggolongan jenis tayangan.
Pesbukers yang ditayangkan pada pukul 17.00 tentu membuat tayangan ini mudah untuk diakses oleh anak-anak. Padahal konten dari program ini sering kali bermuatan materi dewasa dan penuh dengan kekerasan dalam candaannya. Pesbukers juga seringkali menghadirkan penonton di studio yang merupakan anak-anak pada umur SMP sehingga menjustifikasi bahwa program ini boleh disaksikan untuk anak-anak.
Selain itu, setiap tindakan kekerasan yang dilakukan tidak disertai dengan konsekuensi negatif namun malah mendapatkan tepuk tangan dan tertawaan sehingga dapat membuat konsepsi pada anak- anak yang menonton bahwa kekerasan adalah suatu hal yang biasa saja dan boleh ditiru sesuai dengan Teori Pembelajaran Sosial dimana anak- anak akan cenderung meniru melakukan sesuatu yang mendapatkan penghargaan (reward) dan menghindari segala hal yang bersifat hukuman (punishment).
KPI sebagai badan independen yang mengawasi isi siaran harus diperkuat dan diberikan kewenangan untuk dapat melarang tayangan- tayangan yang terbukti melanggar regulasi dalam P3SPS. Sehingga stasiun televisi akan lebih mawas diri dan tidak lagi membuat program televisi yang asal- asalan dan tidak mendidik. Karena perlu disadari saat ini televisi telah menjadi teman keseharian anak- anak saat mereka tidak punya pilihan untuk menghabiskan waktu sehari-hari. Hal ini juga didorong dengan tidak kondusifnya lingkungan mereka bila mereka bermain di luar rumah bersama dengan teman sebaya.
Perlunya peran orangtua dalam mengawasi tontanan anak. Salah satu bentuk peran orang tua adalah dengan melakukan pemilihan tayangan yang sesuai dengan klasifikasi anak- anak. Selain lebih bijak dalam mengawasi tayangan, orang tua juga harus dapat memberikan hiburan alternatif bagi anak-anak agar tidak hanya menonton televisi. Karena hal tersebut dapat mengganggu perkembangan psikomotorik anak karena hanya secara pasif menerima rangsangan dari tayangan televisi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Saleh, Nur. 2012. Albert Bandura Dan Teorinya. http://www.nuraminsaleh.com/2012/11/albert-bandura-dan-teorinya.html, diakses pada 2 Juni 2016
Armando, Ade. (2011). Televisi Jakarta Di Atas Indonesia. Jakarta: Bentang Pustaka
Armando, Nina Mutmainah, & B. Guntarto. (2012). Konstruksi Kekerasan Dalam Media Anak (Studi tentang Penggambaran Kekerasan pada Film Animasi dan Majalah Anak). Paper was presented on Konferensi Nasional Komunikasi 2013, Depok, Indonesia
Haba, Lydia. 2013. Teori Belajar Sosial Albert Bandura.http://psycholocious.blogspot.com/2013/02/teori-belajar-sosial-albert-bandura.html diakses 2 Juni 2016
Komisi Penyiaran Indonesia. (2012). Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Jakarta
……….. (2012). Anak Indonesia Kedapatan Paling Lama Menonton TV. http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/30944-anak-indonesia-kedapatan-paling-lama-menonton-tv, diakses pada 2 Juni 2016
……….. (February 2013). Penyiaran Kita: Menyongsong Tahun Perlindungan Anak dan Remaja di Penyiaran. Jakarta
………... Teori Albert Bandura. https://ikhlasia.wordpress.com/materi-kuliah/teori-albert-bandura/, diakses pada 2 Juni 2016
Mufid, Muhammad. (2005). Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Prenada Media
Nona, Gusti. 2014. Makalah Social Cognitive Theory. http://nonagusti.blogspot.com/2014/04/makalah-social-cognitive-theory-bandura.html, diakses 2 Juni 2016
Parents Indonesia. (2013). Anak Banyak Nonton TV Karena Orangtua. http://parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=kids&id=1235, diakses pada 30 Mei 2016
Pitung, Abah. (2013). Kebodohan di Acara Pesbukers ANTV. http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/04/25/kebodohan-acara-pesbukers-antv-554520.html, diakses pada 2 Juni 2016
Piyuk, Novia Piavia. 2013. Teori Kepribadian Menurut Albert Bandura. http://noviapiaviapiyuk.blogspot.com/2013/05/teori-kepribadian-menurut-albert-bandura.html, diakses pada 30 Mei 2016
Siregar, Ashadi. (2006). Etika Komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
West, Richard, & Lynn H. Turner. (2010). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika
Santosa, Lamin. 2012. Teori Belajar Bandura, http://lasminsmansarbg.blogspot.com/2012/07/teori-belajar-bandura.html, diakses 2 Juni 2016
Sulaiman. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Cirebon: STAI Bunga Bangsa
Yanto, Budi. 2012. Teori Pembelajaran Sosial dan Implikasinya Dalam Pendidikan. http://www.budhii.web.id/2012/12/teori-pembelajaran-sosial-dan.html, diakses 2 Juni 2016